Tuesday, April 8, 2008

as my birthday gift

Sensasi intimidasi feminisasi

I
Dia?
Lorong gelap, lorong impianku
Tempat seluruh rasa takut tumbuh bebas
Tempat setiap bayangan demikian nyata
Di atas hujan yang belum pernah berhenti
Sejak kutinggalkan pekarangan
Di atas tangis yang belum kering
Ketika ku tutup pintu kamarnya yang jauh
Di atas punggungku yang remuk
Dan tak ada cukup ruang selain pada harapan
Di atas cinta yang jauh, sedih, dan ditinggalkan
Di atas segalanya, aku seorang seniman
Maka ku masuki kau dari malam ini

II
Serupa hantu
Aku, menjengukmu malam ini
Kau sedang sakit?
Lonceng sudah berbunyi
Sejak kemarin malam
Hahaha..... kini aku tahu!
Aku tahu kau hidup dari bunyian yang berdentang
Dari mataku yang serupa lonceng
Jangan takut, aku tak akan terlelap
Lalu menggemakan lonceng itu lagi di tidurmu
Jika kau merintih, malam larut dalam sakitmu
Nikmatilah! Ia lebih ngilu dari rahasia
Dari mataku yang tergantung dalam lemari pakaian
Menjaga yang tak layak ku jaga
Menemuimu serupa hantu
Mencari seribu jarum jam patah di matamu

Sudah lewat senja
Mataku yang masih serupa lonceng
Kini menjelma bunga kecubung
Bergelantungan di seluruh tubuhmu

Ray, jika hidupmu menyala
Oleh lonceng yang berdentang
Kaitkan kail di mataku
Akan kau dapati apa saja disitu

III
Ada yang datang menagih
Pada malam yang tak pernah ditunggu
Dia menagih dengan aroma candu di mulutnya
Yang tiba-tiba tercicip lidah

Aku tak peduli rasa apa yang kucecap
Mungkin air mata baru kering
Atau napas kemarau dengan ciuman gersang
Pada hari-hari yang lampau

Aku atau dia hanya ingin melihat
Jiwa yang basah bersenandung pagi hari
Berani menantang apapun

IV
Pesta!
Pelarian atau kesepiannya?
Berjaga di keheninganku, kau merasa berlutut
Seakan sedang memohon sesuatu
Atau menunggu keajaiban dariku
Pelarian atau kesepiannya?
Keduanya ku terima
Karena kurasa batin hening ini masih menyimpan luka menganga

Jelas kulihat torehan itu di setiap ceritamu
Di setiap kepak sayapmu
Atau di setiap pijak langkahmu
Menujuku
(benarkah menujuku?)

Ku harap memang kau datang
Benar-benar datang
Tak hanya singgah
Dan berlalu

Teguklah tequila
Tibalah waktu istirahat
Teguklah tequila
Berebahlah di sisiku
Dengan luka yang sama menganga
Dengan bibir yang sama menahan pedih
Dengan lidah yang sama kelu

Mengucap nama demi nama
Marilah, melepas lelah bersama
Dengan seteguk tequila
Yang tersisa seusai pesta

Hati kita bahkan telah berkerak, bukan?
Bertambal sulam
Penuh khayalan, lalu lebam
Penuh harapan, lalu hempas
Penuh angan, lalu lepas
Hingga angin dan debu mengubur semua keinginan
Lebur dalam padang kesunyian

Aku tahu, aku juga rasakan

Maka, aku hanya menunggu
Sambil menata beragam warna yang hendak ku tawarkan
Pada sekerling senyummu
Saat pesta benar-benar selesai

Dia datang dan tak pernah bertanya
Pada duka yang membuat garit tajam di kulit
Atau tonjolan urat dan tulang di pipi
Dia tak pernah mau tahu sedang meraba tubuh susut, dada kempis, punggung letih, dan leher yang berat

Karena malam mengusik
Seperti seorang gigolo atau perempuan dengan alis dikerik

Aku tak peduli, meskipun luka
Yang tengah aku atau dia gali
Meskipun sama-sama ada darah di sela kuku kami

Created by : Ary Ananda Mahardika
 

blogger templates | Make Money Online